Skip to main content

Buku Harian Merah, 24 Juni 2011: Hari Pertama, Hari Baru

Pagi cerah di Pulo kami mulai hari ini. Menyongsong hari pertama kami di Pulo dengan hari baru. Kami sepakat berkumpul di kantor camat pada pukul 09.00 pagi. Saya dan teman sekamar saya Rinda sudah siap berangkat. Tapi, ternyata pagi itu kami yang tinggal di Desa Ndoriwoy sudah dijemput oleh beberapa petugas dari kantor Desa Ndoriwoy. Diantaranya Kak Farida dan saya lupa kakak satu lagi namanya siapa. Tanpa mengerti tujuan mereka, saya menyapa dengan senang dan ramah. Kamipun digiring ke kantor desa tanpa mereka tahu bahwa kami sudah janji bertemu dengan kelompok lain untuk rapat.

Peta Desa Kecil Ndoriwoy, Pulau Ende, Flores NTT
Photo by: Kamera Samsung Ringsek Rucitra Deasy
Kami pun sampai di kantor desa Ndoriwoy yang letaknya tidak jauh dari rumah kami tinggal. Ternyata mereka menjemput kami untuk merapatkan apa saja yang akan kami lakukan di Desa Ndoriwoy. Ternyata mereka pun sepakat dengan rencana-rencana yang telah kami bawa. Bahkan, mereka mendukung dengan memberikan ide, perizinan, tempat, dan peralatan.

Akhirnya rapat dengan para petugas Desa Ndoriwoy usai pada pukul 10.30. Saya dan Rinda pun bergegas menuju kantor camat karena sudah dihubungi terus oleh teman-teman lain. Rapat pun dimulai di kantor camat yang sepi itu. Mungkin karena sudah menjelang waktunya shalat Jum'at. Dalam rapat kami membahas dan menyusun waktu kerja masing-masing kelompok. Semacam membuat timeline agar tidak tumpang tindih dan bisa saling membantu. Juga program kerja yang penting yaitu Rumah Kreatif yang membutuhkan tempat untuk kami jadikan perpustakaan mini.

Sebelumnya, dalam acara penyambutan kami kemarin Bapak Camat sudah memberikan kami ruangan yang merupakan bekas rumah dinasnya. Rumah kreatif itu terbuat dari kayu dan keadaannya sudah cukup rusak. Namun, sedikit polesan saya yakin rumah itu bisa digunakan dengan baik. Terimakasih, Bapak Camat! Selain itu, ternyata didalam rumah itu sudah ada lemari. Pas sekali untuk kami menaruh buku-buku dan peralatan menulis. Juga kami diizinkan untuk mengecat rumah tersebut dan bisa dipergunakan untuk selamanya. Letaknya? Tepat di pusat Pulau Ende. Tak jauh dari kantor camat, tak jauh dari warung-warung besar tempat warga belanja, tak jauh dari pelabuhan Rendoraterua, dan yang paling utama terletak dijalan utama. Jadi, semua warga bisa dengan mudah mengakses Rumah Kreatif ini.

Kami selesai membahas semuanya dan berharap besok pembangunan rumah kreatif bisa berjalan dengan lancar dan banyak warga yang akan datang. Amin.

Sore hari, saya dan Rinda sowan ke desa Redodori. Desa dari 2 anggota kelompok 4 yang lain tinggal. Nisa dan Nurul. Kami diajak kerumah Bapak Kepala Desa Redodori, kami bercengkrama haha hihi dan saling tukar pendapat soal Pulo dan juga program kerja tentunya. Pak Kades Redodori pun sangat membantu berlangsungnya program-program yang kami bawa. Kamipun sudah seperti tinggal melakukan saja.

Terimakasih duhai Pulau Ende..

Comments

Popular posts from this blog

Kukar yang Mengakar

Terbang jauh ke Pulau Kalimantan, bukan pertama kali tapi selalu berkesan. Mendarat di Balikpapan menyebrang ke Samarinda hingga berkelana ke Kutai Kartanegara. Dua kota, satu kabupaten, dalam satu waktu. Itu rute yang ditempuh untuk mencari akar sejarah bangsa. Lebih tepatnya, akar sejarah agama Hindu di Indonesia. Kukar, mereka menyederhanakan kabupaten bernama Kutai Kartanegara. Kukar yang Mengakar Saat itu, sekitar 300-an Masehi, cukup “jauh” dari tahun 2019. Kira-kira 1719 tahun yang lalu berdirilah satu kerajaan Hindu di Kutai. Raja pertamanya bernama Kudungga. Ia memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Generasi ketiga dari Sang Kudungga itu meninggalkan tugu peringatan. Tugu itu diberikan oleh para Brahmana, sebagai “penanda” sifat kedermawanan Sang Mulawarman. Yupa ke 8, tak bisa sembarangan kita mengunjungi Yupa tersebut bahkan ketika didampingi oleh penjaga Yupa. Tugu yang dihadiahkan dari para Brahmana itu kini seolah menjadi akar sejarah. Sejarah mengenai k

Si Roco dan Dharmasraya yang Raya

Candi Induk di Kawasan Percandian Padang Roco Sumber: Omar Mohtar Mendaki bukit, melewati sungai, menyeruak rawa dan hutan, memanjat pagar, digigit nyamuk ganas dan berkunjung ke rumah ular. Setidaknya itu yang terlintas jika mengingat perjalanan ke Kabupaten Dharmasraya. Jangan bilang kalian baru dengar tentang Kabupaten Dharmasraya? Ya, saya juga baru dengar ketika harus ditugaskan kesana 2018 lalu. Sedikit informasi tentang Kabupaten Dharmasraya , kabupaten ini merupakan daerah hasil pemekaran kabupaten Sawahlunto/Sijunjung pada 2004. Seperti namanya, Dharmasraya begitu raya. Raya akan nilai sejarah dan tinggalan arkeologis. Konon, meskipun ini bisa dibuktikan dengan tinggalan berupa prasasti yang ditemukan, di Dharmasraya ini lah berdiri ibukota dari Kerajaan Melayu pada waktu itu. Pemandangan dari Candi Bukik Awang Maombiak Taken by: Omar Mohtar Menembus 200 kilometer jalan darat dari Bandara Minangkabau di Padang Pariaman menuju Dharmasraya, bahagianya

Pulau Indah nan Misterius itu Bernama Sagori

“ Mengenal Lebih Dekat Pulau Indah Bernama Sagori ” Adi dan Hana, Anak-Anak Bahagia di Pulau Sagori Pulau Sagori, nama yang asing oleh kebanyakan masyarakat Indones ia . Bahkan, di peta saja pulau ini belum tergambar. Namun ternyata pulau ini mengandung sejarah signifikan eksistensi kompeni Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie yang disingkat VOC pada saat melakukan pelayaran di lautan Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya kita dapat sedikit mengenal lebih dekat Pulau Sagori. Pulau Sagori terletak secara administratif di Kelurahan Sikeli, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Nama Sagori, konon menurut penduduk setempat didapatkan dari sebuah nama wanita yang pernah terdampar di pulau ini. Sebelum ia mati ia sempat menyebutkan kata “Sagori.. Sagori..” Terlepas apakah ini benar atau tidak namun cerita ini telah turun temurun tersampaikan. Lalu, apa pentingnya pulau yang tak dikenal banyak oleh masyarakat Indonesia bahkan tak ada