Skip to main content

Desa Kamot, Pulau Alor, NTT: Keindahan dan Kebudayaannya

Di timur Indonesia terdapat wilayah Nusa Tenggara Timur yang didalamnya terbentang rangkaian pulau yang salah satunya adalah Pulau Alor, yang merupakan salah satu kabupaten di Nusa Tenggara Timur, dengan ibu kota kabupaten di Kalabahi. Secara astronomis Kepulauan Alor berada diantara 8°6’-8°26’ LS dan 123°48’-125°8’ BT. Pulau Alor merupakan salah satu pulau terluar  Indonesia.

Terletaklah salah satu desa di Pulau Alor bernama Desa Kamot. Keistimewaan yang masih bisa kita lihat dari Desa Kamot ini adalah keberlangsungan sebuah upacara tradisional memanggil hujan yang unik. Upacara ini dipercaya telah berlangsung dari zaman prasejarah dan masih dijaga kelestariannya hingga kini.

Penduduk Desa Kamot hidup dengan bertani. Dalam setiap pekerjaan yang berkaitan dengan pertanian suku Alor selalu melakukan upacara-upacara. Dari adanya upacara ini kita dapat mengetahui bahwa suku Alor merupakan suatu suku yang mempercayai adanya kekuatan diluar dirinya yang menentukan kesejahteraan manusia.


Pada konsepsi kepercayaan masyarakat bercocok tanam mereka memiliki ciri khas selalu mengikuti perkembangan penemuan-penemuan barunya sehingga muncul anggapan bahwa tanah merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan. Salah satu yang segi yang menonjol adalah sikap masyarakat terhadap alam kehidupan setelah mati. Hal ini dapat dilihat dari ritual upacara menurunkan hujan oleh suku bangsa Alor.

Dalam sistem upacara selalu mengandung empat aspek didalamnya yaitu: tempat upacara, saat upacara, benda-benda atau alat upacara, orang-orang yang melakukan upacara, dan memimpin upacara. Keempat aspek ini dapat ditemui di kehidupan keagamaan suku bangsa Alor umumnya dan Desa Kamot khususnya.

Hal-hal mengenai upacara masa prasejarah yang dilakukan masyarakat Alor yang hingga kini masih dapat kita nikmati seharusnya membuat kita bercermin. Masyarakat Alor masih terus memegang teguh dan setia kepada kepercayaan yang diturunkan oleh nenek moyang. Meski mereka terus digempur budaya lain ketika Pulau Alor didatangi oleh bangsa Portugis kemudian hadir masa Islam dan kini masyarakat Alor digempur pembaharuan dan modernisasi. Dalam rasa tradisional mereka tetap membuat inovasi dan pembaharuan agar dapat beradaptasi dengan masa kini tanpa sedikitpun melupakan akar budayanya.

Beragamnya kepercayaan dan agama masyarakat Alor pun tidak menimbulkan perpecahan. Masyarakat Alor hidup rukun dengan keragamannya hingga kini. Hal-hal seperti inilah yang membuat kita harus merekat Pulau Alor lebih erat lagi. Masyarakat Alor memberikan kita banyak nilai luhur baik budaya, ekonomi, maupun sejarah. Sungguh suatu nilai yang tidak mudah dapat kita temukan di negara lain. Dari segi rasa nasionalisme pun dapat kita ketahui bahwa masyarakat Pulau Alor mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi meskipun letaknya sangat jauh dari pusat pemerintahan. Namun, mereka begitu antusias mengikuti upacara-upacara hari besar nasional yang kini sudah mulai banyak ditinggalkan pun oleh masyarakat yang letaknya lebih dekat dengan pemerintahan.

Sudah seharusnya lah Pulau Alor yang memiliki beragam kekayaan seperti kekayaan alam dengan Pantai Mali, Pantai Maimol, Taman Laut Pantar dan kekayaan alam seperti pegunungan yang begitu indah sebagai tempat tujuan para wisatawan luar dan dalam negeri ini diperhatikan dengan baik. Sektor pariwisata menjadi salah satu nilai penting bagi Pulau Alor dan mampu memberikan Indonesia ragam nilai kebudayaan tinggi di mata negara lain dan nilai ekonomis bagi Indonesia dengan datangnya para wisatawan ke daerah Alor. Letak Pulau Alor yang jauh dari pusat pemerintahan berbatasan dengan laut lepas dan negara tetangga Timor Timur harus kita genggam erat.

Sehingga akhirnya mereka tetap merasa menjadi bagian dari NKRI dan tidak memilih meninggalkan NKRI. Seperti pulau lain yang pernah lepas. Haruskah kita kehilangan pulau potensial lagi? Sungguh sangat disayangkan jika itu harus terjadi lagi. Sekali lagi mari kita rangkul bersama-sama sebagai satu Indonesia untuk menjaga pulau-pulau terluar di Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk lebih erat dan memberikan mereka kepercayaan bahwa mereka adalah bagian dari Indonesia dan akan selalu begitu.

Comments

Popular posts from this blog

Kukar yang Mengakar

Terbang jauh ke Pulau Kalimantan, bukan pertama kali tapi selalu berkesan. Mendarat di Balikpapan menyebrang ke Samarinda hingga berkelana ke Kutai Kartanegara. Dua kota, satu kabupaten, dalam satu waktu. Itu rute yang ditempuh untuk mencari akar sejarah bangsa. Lebih tepatnya, akar sejarah agama Hindu di Indonesia. Kukar, mereka menyederhanakan kabupaten bernama Kutai Kartanegara. Kukar yang Mengakar Saat itu, sekitar 300-an Masehi, cukup “jauh” dari tahun 2019. Kira-kira 1719 tahun yang lalu berdirilah satu kerajaan Hindu di Kutai. Raja pertamanya bernama Kudungga. Ia memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Generasi ketiga dari Sang Kudungga itu meninggalkan tugu peringatan. Tugu itu diberikan oleh para Brahmana, sebagai “penanda” sifat kedermawanan Sang Mulawarman. Yupa ke 8, tak bisa sembarangan kita mengunjungi Yupa tersebut bahkan ketika didampingi oleh penjaga Yupa. Tugu yang dihadiahkan dari para Brahmana itu kini seolah menjadi akar sejarah. Sejarah mengenai k

Si Roco dan Dharmasraya yang Raya

Candi Induk di Kawasan Percandian Padang Roco Sumber: Omar Mohtar Mendaki bukit, melewati sungai, menyeruak rawa dan hutan, memanjat pagar, digigit nyamuk ganas dan berkunjung ke rumah ular. Setidaknya itu yang terlintas jika mengingat perjalanan ke Kabupaten Dharmasraya. Jangan bilang kalian baru dengar tentang Kabupaten Dharmasraya? Ya, saya juga baru dengar ketika harus ditugaskan kesana 2018 lalu. Sedikit informasi tentang Kabupaten Dharmasraya , kabupaten ini merupakan daerah hasil pemekaran kabupaten Sawahlunto/Sijunjung pada 2004. Seperti namanya, Dharmasraya begitu raya. Raya akan nilai sejarah dan tinggalan arkeologis. Konon, meskipun ini bisa dibuktikan dengan tinggalan berupa prasasti yang ditemukan, di Dharmasraya ini lah berdiri ibukota dari Kerajaan Melayu pada waktu itu. Pemandangan dari Candi Bukik Awang Maombiak Taken by: Omar Mohtar Menembus 200 kilometer jalan darat dari Bandara Minangkabau di Padang Pariaman menuju Dharmasraya, bahagianya

Pulau Indah nan Misterius itu Bernama Sagori

“ Mengenal Lebih Dekat Pulau Indah Bernama Sagori ” Adi dan Hana, Anak-Anak Bahagia di Pulau Sagori Pulau Sagori, nama yang asing oleh kebanyakan masyarakat Indones ia . Bahkan, di peta saja pulau ini belum tergambar. Namun ternyata pulau ini mengandung sejarah signifikan eksistensi kompeni Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie yang disingkat VOC pada saat melakukan pelayaran di lautan Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya kita dapat sedikit mengenal lebih dekat Pulau Sagori. Pulau Sagori terletak secara administratif di Kelurahan Sikeli, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Nama Sagori, konon menurut penduduk setempat didapatkan dari sebuah nama wanita yang pernah terdampar di pulau ini. Sebelum ia mati ia sempat menyebutkan kata “Sagori.. Sagori..” Terlepas apakah ini benar atau tidak namun cerita ini telah turun temurun tersampaikan. Lalu, apa pentingnya pulau yang tak dikenal banyak oleh masyarakat Indonesia bahkan tak ada