Skip to main content

Buku Harian Merah, 13 Juli 2011: Masak Ayo Kita Masak

Akhirnya! Hari yang ditunggu-tunggu datang. Hari dimana kami sudah mempersiapkan tetek bengek ide hingga materi. Dari Depok hingga akhirnya tiba di NTT. Hari yang membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dipersiapkan akhirnya datang juga. Ya, hari ini adalah hari dimana kegiatan Usaha Kecil Menengah Makanan dan Minuman akan dieksekusi. Itulah program kerja yang dititahkan dari dia pada kami, kelompok IV, dan kami menerimanya dengan teramat senang hati.

Seperti yang sudah pernah saya ceritakan dalam rangkaian blog ini, kelompok IV terdiri dari saya, Rinda (teman sekamar dan satu desa saya di Ndoriwoy), Nisa, dan Nurul. Nisa dan Nurul tinggal sekamar di desa tetangga saya yaitu desa Redodori. Di dua desa itulah kami mengemban tugas untuk membuat makanan dan minuman yang memiliki khas Pulo Ende. Tidak hanya itu kami juga bertugas mendokumentasikan makanan khas Pulo atau makanan khas Ende selama kami berada disana. 

Disana pada tanggal 13 Juli 2011 ini, kami berempat membuat kreasi makanan yang sebelumnya mungkin belum pernah dibuat di Pulo. Pulau Ende memiliki singkong sebagai sumber makanan yang dengan mudah didapatkan. Kebanyakan tiap warga memiliki kebun singkong masing-masing yang bisa dengan mudah di petik di bukit belakang rumah mereka. Nah, kami yang datang tentu tidak dengan tangan kosong membawa berbagai bahan untuk mengolah singkong ini. Sebelum kami sampai Pulo kami sudah melakukan riset jadi kami tahu mereka memiliki banyak singkong. 

Aku dan Nisa Saat Demo Masak
By. Kamera Samsung Ringsek
Kami membawa cokelat batangan yang mungkin sulit didapatkan di Pulo, Jadi kami membawa cokelat dari Depok. Kami akhirnya mengajarkan mereka membuat keripik singkong yang dibalut dengan cokelat batangan yang telah dicairkan. Bukannya mereka tidak pernah terpikir membuat keripik, hanya saja mereka membuat dengan rasa asin dari garam dan berbentuk persegi pajang. Dan belum pernah mencoba kreasi lainnya. Sehingga kami muncul dengan ide cokelat itu. 

Selain dengan cokelat kami juga mengkreasikan keripik singkong dengan gula merah yang sudah dicairkan. Lalu, setelah kami mengetahui di Pulau Ende memiliki cabai yang pedas luar biasa namun enak itu, kamipun mencoba mengkreasikan singkong dengan rasa pedas. Dua resep ini hadir tiba-tiba karena diusulkan oleh ibu-ibu setempat. Mereka kreatif sekali. Dan ketiga resep tersebut sukses besar! Semuanya enak. Tapi yang paling laris tentu saja keripik singkong cokelat. Hehe. Belum selesai dimasak sudah banyak yang menyicip.

Percobaan resep keripik singkong ini kami kemas dengan acara demo masak. Acara masak-memasak ini tidak hanya kami dari kelompok IV saja yang bergumul memasak. Tetapi didukung oleh semua perangkat kecamatan, desa, dan tim kami dari UI.

Pukul 10.00 kami mulai dan sebelumnya kami sudah mempersiapkan segala macamnya dari pagi hari. Sudah dari jauh hari kami mengumumkan pada tiap kepala desa untuk mengirim Ibu Kepala Desa serta kader dari Ibu PKK (yang biasa nya tiap desa sudah memilikinya dari sebelum kami tiba) untuk hadir dalam acara hari ini. 

Dan, syukurnya hari ini, Rabu, 13 Juli 2011, tak ada satupun yang kami undang tidak hadir. Bahkan kursi yang kami persiapkan tidak cukup menampung mereka. Berlebihan tidak ya. Seingat saya memang saat itu beberapa warga berdiri untuk melihat demo masak ini. Demo masak ini dipraktekkan oleh dua ibu kepala desa yaitu Ibu Kepala Desa Ndoriwoy yaitu Mamak saya dan Rinda dan Ibu Kepala Desa Redodori Mamak nya Nisa dan Nurul beserta perwakilan PKK dari kedua desa tersebut. Kenapa hanya dua desa ini? Karena kebetulan kami tinggal di dua desa ini. Tidak memungkinkan bagi kami untuk keliling 7 desa maka kami buatlah demo masak ini untuk kemudian mengundang perwakilan tiap desa agar semua desa di Pulo mendapatkan ilmu yang sama. 

Pada demo ini kami hanya membantu mereka sedikit-sedikit karena dua minggu sebelumnya kami sudah mengajarkan mereka cara membuat keripik singkong cokelat. Kami berempat yang ditugaskan untuk mengenalkan Usaha Kecil dan Menengah Makan dan Minuman tradisional ini tidak hanya memberitahukan tentang membuat keripik saja tentunya. Tetapi kami juga mencoba memberikan gambaran packaging atau pengemasan produk-produk tersebut jika ingin dijual. Saya dan Nisa yang bertugas menjelaskan pada warga.

Banyak sekali masukkan yang diberikan para hadirin pada demo masak ini. Terutama dari pihak kecamatan. Dan, tepat, inilah momen dimana saya harus mengkomunikasikan pada warga dan petinggi kecamatan hasil diskusi saya bersama Kepala Dinas Koperasi Kabupaten Ende yang bernama Bu Ani. Bu Ani dari yang saya tangkap amat antusias untuk merangkul Pulau Ende untuk membuat koperasi di Pulau Ende.

Acara demo masak pun selesai dan berbagai makanan selesai dimasak. Kamipun membagi-bagikan hasil masakan para ibu-ibu kepada para hadirin. Dan tanggapannya sangat positif. Rasanya enak, kreasi baru, pengemasan yang menarik, dan sebagainya.

Kemasan Ala Nisa. SuperKece!
Dibalik suksesnya demo ini banyak sekali yang mendukung. Bukan hanya kelompok IV saja, tetapi kelompok lain pun datang membantu kami. Untuk packaging, saya berikan standing applause buat Nisa yang amat sangat kreatif bikin itu kemasan kece. Sedangkan untuk desain produk, saya berikan standing applause buat Rinda. Saya juga berikan standing applause buat Nurul yang super ulet dan ramah sehingga membantu sekali dengan proses demo hari ini. Buat saya? Standing applause juga buat apapun pada diri saya yang entah kontribusi apa saya disana. Not being humble but I seriously done nothing. Belanja? Publikasi? Hmm, now I wondering what is it, unless to just stay up all night doing this and that. Tapi, bener-bener standing applause buat semua kita disana yang sudah dengan hati yang senang untuk melakukannya. We were done something great there. 

Usai membereskan segala perlengkapan demo kembali ketempatnya, tim K2N UI pun melakukan rapat koordinasi mengenai pembangunan tugu dan acara pentas kreatif.

Seem so much fun!

Comments

Popular posts from this blog

Kukar yang Mengakar

Terbang jauh ke Pulau Kalimantan, bukan pertama kali tapi selalu berkesan. Mendarat di Balikpapan menyebrang ke Samarinda hingga berkelana ke Kutai Kartanegara. Dua kota, satu kabupaten, dalam satu waktu. Itu rute yang ditempuh untuk mencari akar sejarah bangsa. Lebih tepatnya, akar sejarah agama Hindu di Indonesia. Kukar, mereka menyederhanakan kabupaten bernama Kutai Kartanegara. Kukar yang Mengakar Saat itu, sekitar 300-an Masehi, cukup “jauh” dari tahun 2019. Kira-kira 1719 tahun yang lalu berdirilah satu kerajaan Hindu di Kutai. Raja pertamanya bernama Kudungga. Ia memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Generasi ketiga dari Sang Kudungga itu meninggalkan tugu peringatan. Tugu itu diberikan oleh para Brahmana, sebagai “penanda” sifat kedermawanan Sang Mulawarman. Yupa ke 8, tak bisa sembarangan kita mengunjungi Yupa tersebut bahkan ketika didampingi oleh penjaga Yupa. Tugu yang dihadiahkan dari para Brahmana itu kini seolah menjadi akar sejarah. Sejarah mengenai k

Si Roco dan Dharmasraya yang Raya

Candi Induk di Kawasan Percandian Padang Roco Sumber: Omar Mohtar Mendaki bukit, melewati sungai, menyeruak rawa dan hutan, memanjat pagar, digigit nyamuk ganas dan berkunjung ke rumah ular. Setidaknya itu yang terlintas jika mengingat perjalanan ke Kabupaten Dharmasraya. Jangan bilang kalian baru dengar tentang Kabupaten Dharmasraya? Ya, saya juga baru dengar ketika harus ditugaskan kesana 2018 lalu. Sedikit informasi tentang Kabupaten Dharmasraya , kabupaten ini merupakan daerah hasil pemekaran kabupaten Sawahlunto/Sijunjung pada 2004. Seperti namanya, Dharmasraya begitu raya. Raya akan nilai sejarah dan tinggalan arkeologis. Konon, meskipun ini bisa dibuktikan dengan tinggalan berupa prasasti yang ditemukan, di Dharmasraya ini lah berdiri ibukota dari Kerajaan Melayu pada waktu itu. Pemandangan dari Candi Bukik Awang Maombiak Taken by: Omar Mohtar Menembus 200 kilometer jalan darat dari Bandara Minangkabau di Padang Pariaman menuju Dharmasraya, bahagianya

Pulau Indah nan Misterius itu Bernama Sagori

“ Mengenal Lebih Dekat Pulau Indah Bernama Sagori ” Adi dan Hana, Anak-Anak Bahagia di Pulau Sagori Pulau Sagori, nama yang asing oleh kebanyakan masyarakat Indones ia . Bahkan, di peta saja pulau ini belum tergambar. Namun ternyata pulau ini mengandung sejarah signifikan eksistensi kompeni Belanda atau Vereenigde Oostindische Compagnie yang disingkat VOC pada saat melakukan pelayaran di lautan Indonesia. Oleh karena itu, sebaiknya kita dapat sedikit mengenal lebih dekat Pulau Sagori. Pulau Sagori terletak secara administratif di Kelurahan Sikeli, Kecamatan Kabaena Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Nama Sagori, konon menurut penduduk setempat didapatkan dari sebuah nama wanita yang pernah terdampar di pulau ini. Sebelum ia mati ia sempat menyebutkan kata “Sagori.. Sagori..” Terlepas apakah ini benar atau tidak namun cerita ini telah turun temurun tersampaikan. Lalu, apa pentingnya pulau yang tak dikenal banyak oleh masyarakat Indonesia bahkan tak ada